Bagian Kedua
Sumber Pendapatan Desa
Pasal 25
(1) Sumber pendapatan desa terdiri atas :
a. pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b. Dana Pembangunan Desa (DPD) dari Pemerintah Minimal 10% dari APBN.
c. Dana Pembangunan Desa (DPD) dari Pemerintah Provinsi Minimal 10% dari APBD Provinsi.
d. Dana Pembangunan Desa (DPD) dari Pemerintah Daerah Minimal 10% dari APBD Kabupaten/Kota.
b. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
c. Pendapatan Desa lain-lain yang sah.
(2) Dana Pembangunan Desa dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) disalurkan melalui Kas Desa.
(3) Sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DPD diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kekayaan Desa
Pasal 26
Desa menguasai harta benda kekayaan meliputi:
a. Tanah;
b. Bangunan;
c. Situs Desa;
d. Empang;
e. Tambak;
b. Hutan Desa;
c. Jalan Desa;
d. Badan Usaha;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Lain-lain harta benda kekayaan yang timbul di kemudian hari atau yang telah diatur oleh hukum adat setempat.
Pasal 27
(1) Harta benda kekayaan Desa dapat diperoleh melalui:
a. penguasaan yang telah ada berdasarkan asal usul;
b. peraturan perundangan yang berlaku yang telah ada pada waktu Undang-Undang ini berlaku;
c. hasil pembangunan;
d. peralihan hak
e. wakaf;
d. hibah;
e. keuntungan dari badan usaha;
f. hak atas kekayaan intelektual;
g. dana darurat;
h. lain-lain harta benda yang diperoleh secara sah.
(2) Penguasaan harta benda kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mencapai kemakmuran masyarakat desa setempat secara adil dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Pasal 28
(1) Hak menguasai kekayaan desa sebagaimana dimaksud pasal 21 memberi wewenang kepada desa untuk mengatur dan menyelenggarakan:
a. peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan harta benda kekayaan desa;
b. penyewa dan atau peminjaman harta benda kekayaan sebagian atau seluruhnya;
c. peminjaman uang dari pihak lain dengan atau tidak dengan menjaminkan harta benda kekayaan.
(2) Bagi desa yang menurut adat istiadatnya memiliki wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat ditambah dengan hak-hak lain yang telah diatur oleh hukum adat setempat.
(3) Pengaturan dan penyelenggaraan hak menguasai sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan peraturan desa.
(4) Pengaturan dan penyelenggaraan hak menguasai sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan berdasarkan hukum adat setempat.
Pasal 29
Pemerintahan desa dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang.
Pasal 30
(1) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b. Sektor perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
c. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB).
(4) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada huruf b, berasal dari:
a. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah desa yang bersangkutan;
b. Penerimaan perikanan yang diterima dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan;
c. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah desa yang bersangkutan;
d. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah desa yang bersangkutan;
e. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah desa yang bersangkutan.
(5) Desa penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan pertimbangan dari masyarakat desa setempat dan menteri teknis terkait.
(6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Hibah sebagaimana dimaksud pada pasal 22 ayat (1) huruf i, merupakan bantuan berupa uang, barang, atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.
(2) Pendapatan dana darurat sebagaimana dimaksud pada pasal 22 ayat (1) huruf l, merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada pemerintah desa untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBDes.
Pasal 32
(1) Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada desa yang
dinyatakan mengalami bencana alam dan tidak mampu diatasi sendiri, sehingga mengancam keberadaannya sebagai desa otonom.
(2) Tata cara pengajuan permohonan, evaluasi oleh Pemerintah, dan
pengalokasian dana darurat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PARADE NUSANTARA
Senin, 18 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN KOMENTAR KRITIK DAN SARAN ANDA