Medan, Fajar Nusantara
Ketua DPD Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) Sumatera Utara Hamdani Harahap mengatakan, berdasarkan data, sebanyak 921.695 orang (4,7 persen) pelajar dan mahasiswa di Tanah Air pengguna narkoba. "Angka tersebut cukup tinggi, dan hal ini tidak bisa terus dibiarkan, melainkan harus secepatnya dicegah untuk menyelamatkan generasi muda dari kehancuran," katanya di Medan, Sabtu (19/2), saat diminta komentarnya mengenai cukup maraknya kasus pelajar dan mahasiswa yang diketahui memakai narkoba. Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang.
Dari jumlah tersebut, 61 persen di antaranya menggunakan narkoba jenis `analgesic` dan 39 persen jenis ganja, `amphetamine`, ekstasi dan lem, kata Kabid Pembinaan dan Pencegahan Badan Narkotika Provinsi Sumatera Utara, Arifin Sianipar, di Medan.
Ia mengatakan, jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia, berdasarkan data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) tahun 2010 sebanyak 17.734 orang.
Jumlah pengguna narkoba terbanyak pada usia 20 hingga 34 tahun. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan terapi dan rehabilitasi adalah jenis heroin sebanyak 10.768 orang, ganja 1.774 orang dan sabu-sabu sebanyak 984 orang.
Selebihnya, katanya, umumnya menggunakan alkohol, MDMA, amphetamine lain serta benzodiazepine. Hamdani menambahkan, jika masalah peredaran narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa tersebut tidak secepatnya diantisipasi oleh pihak kepolisian dan instansi terkait, maka dikhawatirkan akan terus bertambah banyak.
Dengan demikian generasi muda yang diharapkan sebagai calon-calon pemimpin bangsa itu akan rusak moral dan mentalnya. "Kalau pelajar dan remaja itu sudah rusak, jelas tidak akan berguna lagi. Ini akan merugikan bagi sumber daya manusia (SDM) dan aset bangsa dan negara," kata Hamdani yang juga advokat kenamaan dari Sumatera Utara itu. Selanjutnya ia menjelaskan, dalam memberantasan peredaran dan sindikat narkoba yang masuk ke Indonesia, pemerintah tidak hanya bisa mengandalkan aparat kepolsian saja, tetapi juga instansi terkait misalnya Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan juga masyarakat.
Sebab, dalam pemberantasan narkoba itu, tidak semudah yang dibayangkan. Para pengedar dan gembong narkotika juga memiliki pengalaman dengan menggunakan berbagai cara, misalnya memakai kurir wanita bahkan nenek-nenek seperti kasus penyeludupan 1,8 kg sabu-sabu dari Malaysia di Bandara Polonia Medan, Jumat (18/2) lalu.
Ia mengatakan, memanfaatkan orang tua untuk mengelabui petugas itu, merupakan cara kerja atau "tren" yang baru dilakukan sindikat narkoba internasional. "Cara kerja seperti ini jangan sampai lolos dari pantauan aparat berwajib dan harus disikapi secara serius, serta jangan dianggap hal yang sepele," katanya. Menurut dia, kalau penyeludupan narkoba yang seperti ini bisa lolos dari tangan pihak kepolisian atau Bea Cukai, maka akan semakin banyak lagi generasi muda dan pelajar terjerumus ke lembah narkotika. [Ant/*]
Sabtu, 09 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN KOMENTAR KRITIK DAN SARAN ANDA