Tulungagung Fajar Nusantara
Dulu Manten Kucing dilaksanakan sebagai tatacara untuk memohon turunnya hujan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun dengan perkembangan zaman, Manten Kucing diadakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan bahwa permohonan turunnya telah dipenuhi. Apapun bentuknya, kita wajib melestarikan upacara adat/tradisi lokal sebagai kekayaan budaya Tulungagung yang bisa menambah kekayaan budaya bangsa dan aset wisata budaya.
Di Coban sana, lima hari sebelum upacara digelar, sesepuh pemimpin upacara menggelar ritual memohon izin terkait dengan hari yang telah ditentukan untuk menggelar Manten Kucing. Hal itu dilakukan seiring dengan persiapan kelengkapan upacara seperti dua ekor kucing jantan dan betina. Karena tidak ada kucing Candramawa, maka digunakan kucing telon yang diambil dari dua dusun, Bangak dan Sumberjo.
Lalu dua orang calon pengantin yang asalnya sesuai dengan asal kucingnya. Namun, untuk sebuah tontonan/pertunjukan (festival), persyaratannya tidak harus begitu. Kelengkapan upacara berikutnya adalah seperangkat jaranan. Kesenian ini mengiringi arak-arakan calon pengantin menuju tempat upacara dan dipentaskan di tempat upacara.
Ada juga rombongan Tiban yaitu sejumlah pemuda gagah dengan kostum celana longgar dan baju hitam, serta ikat kepala.
Mereka membawa ujung yaitu lidi aren atau enau sebesar ibu jari sebagai cambuk. Seni Tiban diiringi gambang, kendang, dan kentongan. Seni ini mengiringi arak-arakan calon pengantin dan mengadakan pergelaran (show) Tiban di tempat upacara.
Jalannya Upacara
Pada Hari H, calon pengantin dengan dandanan pengantin Jawa sambil menggendong kucingnya diarak menuju Coban. Mereka diapit duah buah kembang mayang. Di lokasi itu prosesi upacara Manten Kucing digelar. Pertama, memandikan calon pengantin sambil menggendong kucing. Lalu sesepuh adat memandikan kucing satu persatu, kemudian kedua binatang tersebut dilepas begitu saja. Selanjutnya kedua calon pengantin menuju tempat duduk untuk Jemuk Pengantin: tempat pertemuan pengantin pria dan wanita beralasakan tikar dan kain panjang/jarit
Prosesi berikutnya adalah, kedua pengantin berjalan perlahan menuju jemuk sambil memegang gantal (selembar daun sirih yang digulung). Setelah dekat, kedua pengantin saling lempar gantal. Lalu dipimpin seorang juru jemuk, kedua pengantin dipertemukan sesuai adat Jawa atau adat setempat.
Kedua pengantin kemudian berdiri di atas tikar dan kain panjang/jarit. Dan juru jemuk melakukan beberapa prosesi untuk pengantin antara lain: minum air kendi tiga kali. Kedua pengantin bersalaman dan tangannya disiram air kendi tiga kali. Pengantin wanita membasuh kaki pengantin pria. Setelah itu, kedua mempelai berputar/berkeliling satu kali.
Prosesi berikutnya, kedua pengantin diajak ke tempat selamatan yang dipimpin oleh juru ujub/juru kajat. Seusai selamatan, acara pergelaran jaranan dan tiban dimulai. Pentas jaranan digelar sampai selesai untuk member hiburan kepada masyarakat penonton.
Upacara Manten Kucing merupakan upacara tradisional yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pelem. Dengan mewariskan budaya-budaya bangsa kepada generasi penerus, diharapkan muncul rasa memiliki. Dengan begitu, mereka tidak akan begitu saja menerima budaya asing yang mungkin akan mendesak budaya kita. Menggali dan melestarikan upacara Manten Kucing akan menambah aset wisata budaya dan wisata alam di Kabupaten Tulungagung.
Selasa, 09 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN KOMENTAR KRITIK DAN SARAN ANDA