Senin, 13 Desember 2010

Dukungan Keluarga untuk Pasien Stroke

Otak memperoleh darah lewat dua sistem pembuluh arteri utama. Bila sampai terjadi gangguan aliran darah yang disebut stroke pada salah satu sistem ini, walau hanya beberapa detik, bisa menimbulkan berbagai efek dramatis pada banyak fungsi otak. Pada umumnya, pasien akan mengalami kecacatan, bahkan kematian.
Kecacatan yang begitu tiba-tiba ini seringkali membuat para penderita stroke kesulitan beradaptasi dengan kondisi barunya sehingga berpengaruh pada suasana hatinya. Beberapa pasien stroke juga lebih labil emosinya, menjadi mudah tersinggung, gampang menangis atau bersikap kekanak-kanakan.

M. Nur (53), pasien yang sudah setahun mengalami cacat akibat stroke, mengaku bahwa sekarang ia jadi mudah marah. Pensiunan dari Departemen Perhubungan ini bersyukur karena istri dan ketiga anaknya selalu bersabar dan mendukungnya.
"Sekarang emosi saya mudah meledak. Ada hal yang tidak berkenan sedikit saja, saya bisa marah dan menangis. Apalagi kalau keluarga memperlakukan saya seperti orang cacat," kata pria yang separuh tubuhnya kini lumpuh itu.
Berbeda dengan Nur, Lena (60) justru bersyukur karena suaminya, Endang (63) yang sudah 10 tahun terkena stroke memiliki emosi yang stabil. "Bila dibandingkan dengan pasien stroke lain, suami saya tergolong kalem. Cuma ia sering malas melakukan terapi pemulihan sehingga saya terus yang cerewet mengajaknya terapi," katanya.
Perubahan emosi tersebut, terang Prof. dr.Teguh AS Ranakusuma, Sp.S (K), adalah hal yang wajar. "Menurunnya kapasitas jaringan otak karena stroke pasti juga memengaruhi fungsi otak, selain fungsi gerak juga berpengaruh pada psikologis dan sikap-sikap. Apalagi mayoritas pasien stroke kehilangan kemandiriannya," paparnya di sela acara seminar Hidup Bahagia Pasca Stroke di Jakarta (3/12).
Perubahan fisik yang dialami pasien stroke bisa membuat mereka merasa terasing dari orang-orang dan mereka memiliki persepsi bahwa dirinya tidak berguna lagi karena kini mereka bergantung pada orang lain. "Bayangkan saja dari yang semua menjadi tumpuan keluarga kini harus jadi beban keluarga," kata Prof.Teguh.

Itu sebabnya, pemulihan pasca stroke ditujukan bukan hanya untuk mengembalikan kemandirian pasien tapi juga memulihkan aspek-aspek sosialnya agar mereka merasa hidupnya juga berarti. Prof.dr.Harsono, Sp.S (K), salah satu pembicara dalam seminar itu mengatakan, prinsip rehabilitasi dalam pemulihan stroke diartikan sebagai proses pendidikan dan pemecahan masalah untuk mengurangi ketidakampuan yang dialami seseorang sebagai akibat dari penyakit.
Rehabilitasi dimulai sejak terjadinya stroke dan diteruskan untuk jangka panjang, terutama di rumah pasien. Karena itu kepada keluarga juga perlu diberi pelatihan tentang perawatan pasien secara praktis di rumah.
Kegiata yang perlu dipertimbangkan agar pasien merasa ada variasi dalam hidup adalah aktivitas sosial meliputi pertemuan keluarga, olahraga ringan, serta berbagi rasa dengan sesama pasien stroke.
Lena, misalnya, ia dengan sabar memberi semangat kepada suaminya agar terus menjalankan terapi dan rutin mengonsumsi obat. Setelah hampir 10 tahun, kini Endang yang semula hanya bisa terbaring sudah bisa berjalan dan berkomunikasi lagi. Ia juga aktif dalam klub stroke.
Sementara itu Nur, kini berusaha menjaga emosinya dan dengan keterbatasannya ia berusaha membantu usaha warung istrinya. "Sejak stroke saya tidak bisa lagi bekerja, sekarang istri berjualan nasi. Saya ikut menjaga warung," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN KOMENTAR KRITIK DAN SARAN ANDA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VIDEO

ENTER-TAB1-CONTENT-HERE

RECENT POSTS

ENTER-TAB2-CONTENT-HERE

POPULAR POSTS

ENTER-TAB3-CONTENT-HERE
 

FAJAR NUSANTARA Copyright © 2010 tim-redaksi is Designed by abud_talang