Sabtu, 09 April 2011

KORUPTOR DI BURU DAN DI MAAFKAN

Grasi adalah suatau hak presiden di ranah yudikatif  yang dpat meberikan pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan pembebasan hukuman sama sekali. Sedangkan remisi adalah pengurangan masa hukuman yang didasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Denagan landasan inilah, hampir 300 lebih narapidana kasus korupsi pernah mendapat grasi dan remisi dari pemerintah.

Langkah pemeritah ini menuai kritik banyak pihak. Keputusan pengurangan masa pidana penjara itu bahkan di artikan bahwa pemerintah lebih berpihak pada koruptor di banding memberi rasa keadilan hokum, .karena grasi dan remisi yang di berikan kepada narapidana tindak pidana korupsi menjadi hadiah narapidana dari pemerintah yang tidak memberikan evek jera bagi koruptor. Grasi yang di terima mantan bupati kartanegara Syaukani Hasan Rais di katakan sebagai pengecualian karena yang bersangkutan sakit. Semestinya hal ini tidak dilakukan apapun alasanya kasus korupsi merupakan kejahatan melawan kemanusiaan. Sedangkan sakitnya ini tidak boleh menjadi alasan Negara memaafkan. Kalo alasan kemanusiaan, Negara  bisa merawat di rumahsakit tertentu dengan jaminan pelayanan yang layak.
Kebijakan ini memamg sangat diskrminatif bagi narapida lain. Kalo alasan kemanusiaan semestinya pemeritah juga memberi grasi kepada nara pidana yang sakit tak tersembuhkan. Setahu saya, sampai saat ini pemerintah belumpernah memberikan grasi terhadap nara pidana karena terinfeksi HIV/AIDS padahal HIV/AIDS merupakan salah satu faktor penyebab angka kematian di dalam penjara.
Bagaimana dengan remsisi? Remisi antara lain diberikan pada aulia pohan, besan presiden SBY. Koruptor lainya seprti Artalyta Suryani, Al-amin Nasution dan Wijanarko Puspoyo juga mendapat pengurangan hukuman. Sangat terasa jika presiden SBY tidak memiliki komitmen dengan aksi pemberantasan korupsi yang telah berulang-ulang disampaikan didalam setiap kesempatan. Justru para pelaku korupsi dapat menggunakan alasan apapun untuk lepas dari tuntutan kuman.
Banyak cela yang disediakan oleh pemeritah untuk kasus korupsi. Sehingga pemberian remisi dan grasi bagi koruptor merupakan wujud ketidak seriusan dalam pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, persiden SBY dianggap bermain-main dengan janjinya. Soal komitmen pemberantasan korupsi, padahal isu ini menjadi salah satu jualan politiknya saat kampanye pilpres yang lalu.
Pemberian grasi dan resmisi terhadap koruptor, juga di anggap melukai hati rakyat yangmenginginkan penegakan hukum seadil-adilnya.
OPERA SHOW KORUPSI
Memang ada celah dala perundang-undangan kita, sehingga pemerintah bisa memberikan grasi dan remisi ke siapapun. Sehingga, payung hukum pemberian ampunan (grasi) dan pengurangan hukuman ( remisi ) perlu di evaluasi ulang. Salah satunya harus memuat pencabutan pemberian remisi dan grasi bagi terpidana kasus korupsi. Sebab, pemberian grasi dan remisi pada koruptor tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Namun, jika undang-undang masih mengatur dan belum di cabut semestinya pemerintah bisa berpandangan lebih luas dalam menyikapi korupsi tanpa melanggar undang-undang. Kebijakan pemerintah tersebut justru berangkat dari sudut pandang koruptor sebagai terpidana ( yang selalu mohon ampun), bukan berangkat dari rakyat secara luas sebagai korban praktek korupsi ( yang ingin koruptor jera ). Justru kita melihat kualitas MENKUHAM, Patrialis Akbar yang tidak menunjukan rasa keberpihakanya kepada proses pemberantasan korupsi dalam remisi narapaida korupsi.
Sejak awal, pemeritah seharusnya melakukan tindakan represif bagi koruptor. Grasi dan remisi hanya membuat para pencuri uang rakyat tersebut tidak jera. Hukuman-hukuman bagi koruptor harus di perberat, hingga penerapan sangsi social. Misalnya pelaku koruptor harus dimiskinkan, hukuman akumulatif pidana atau perdata, narapidana koruptor tidak boleh lagi menjabat seperti pejabat public. Kita perlu mencontoh di Negara Thailand, di negeri gajah tersebut, koruptor di hukum seberat-beratnya dan tidak di perkenankan menduduki jabatan public selama lima tahun setelah bebas.
Upaya-upaya ini semestiya dilakukan oleh pemerintah kita. Saat ini wajah korupsi di Indonesia seperti opera show dalam penangannanya. Misalnya kasus kekerasan terhadap aktifis ICW yang melaporkan indikasi korupsi. Presiden sendiri yang turun tangan menjenguk dan memberikan pernyataan keras terhadap kekerasan dan korupsi. Namun, hingga kasus tersebut tidak ada baunya. Hal yang sama terhadap kriminalisasi KPK sebagai lembaga anti body yang menjadi mandate konstitusi hingga sekarang presiden tidak mengambil sikap tegas atas kejanggalan-kejanggalan yang terjadi, bahkan dilakukan Kejagung dan Kapolri dalam persoalan rekaman ARI, ADE.
DAUR KORUPSI DAN UPAYA MELAWAN
Maka, Indonesia seperti menjadi Negara subur korupsi dan aman bagi pelakuknya. Selain karena tuntunya yang ringan, setelah di penjara bisa menikmati fasiltas yang bebeda sesuai keinginan kita. Jika mau, kita bisa mengajukan grasi atau pengampunan dan juga pengurangan. Setelah itu, kita bisa menjadi pejabat public kembali tanpa ada sangsi apapun dari masyarakat dan Negara. Dan tentu saja bisa korupsi kembali. Daur korupsi ini menunjukn jika memang kita lemah dalam persolan pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Melihat situasi ini, pentingya kiranya kita melakukan berbagai lankah aksi. Pertama, mendorong sangsi social yang lebih efektif untuk mebuat efek jera. Konsep ini perlu didorong dan di kampanyekan dengan berangkat dari pengalaman Negara lain yang sukses dalam pemberantasan korupsi, misalnya pemiskinan koruptor, kerja social bagi koruptor, pelaku korupsi di larang menjadi pejabat public. Kedua, mengawasi dan mengontrol institusi kejaksaan dan kepolisian agar serius menangani kasus-kasus korupsi. Ketiga, kampanye hukuman social bagi pelaku koruptor, misalnya tidak mensholatkan jika mati, tidak mengajak berkomunikasi.
Berbagai aksi ini harus dilakukan untuk membantu pemerintah untuk tidaklagi memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Kelompok masyarakat sipil dari ormas, akademis, organisasi komunitas, dan aktor-aktor di luar Negara lainya harus bergerak peduli terhadap isu korupsi ini. Praktek”koruptornya terus di buru tapi juga dimaafkan” seperti saat ini harus di hentikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN KOMENTAR KRITIK DAN SARAN ANDA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VIDEO

ENTER-TAB1-CONTENT-HERE

RECENT POSTS

ENTER-TAB2-CONTENT-HERE

POPULAR POSTS

ENTER-TAB3-CONTENT-HERE
 

FAJAR NUSANTARA Copyright © 2010 tim-redaksi is Designed by abud_talang